Langsung ke konten utama

Pemilik Ikalan Rambut Tali Kekang Kuda (Tauladan Ibu Sholihah)

Hasil gambar untuk abu qudamahDi kota Rosulullah Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam, Madinah Munawwaroh, hiduplah seorang lelaki yang bernama “ABU QUDAMAH AS SYAAMI “. Allah telah memberikan rasa cinta yang mendalam kepadanya terhadap Jihad fie sabilillah, dan berperang di negeri Romawi.

Suatu hari beliau sedang duduk-duduk sambil bercengkrama di Masjid Nabawi bersama teman-temannya. Teman-temannya berkata kepada beliau : “Ceritakanlah kepada kami kejadian yang paling menakjubkan yang pernah engkau lihat ketika berjihad.”.

Abu Qudamah berkata, “Baiklah.”

Aku pernah masuk kota RIQQAH untuk membeli onta yang akan aku pergunakan untuk membawa senjata.

Suatu hari ketika aku sedang duduk-duduk, ada seorang perempuan yang mendatangiku, lalu berkata kepadaku, “ Wahai Abu Qudamah! Aku telah mendengar tentang dirimu bahwa kamu suka bercerita tentang jihad, dan senang menghasung orang untuk berjihad. Aku telah diberi Allah rambut yang tidak dimiliki oleh wanita selainku. Rambut itu telah aku anyam dan ikal menjadi tali kekang kuda dan aku lumuri ikalan itu dengan debu biar tidak tampak oleh orang (kalau itu ikalan rambut), dan aku akan sangat bahagia bila kamu mau mengambilnya. Jika engkau telah sampai di negeri orang kafir, dan para pahlawan-pemanah telah melepaskan anak panahnya, pedang telah dihunus dan tombak telah disiapkan maka Jika kamu membutuhkannya maka ambillah, jika tidak maka berikanlah ikalan ini kepada orang lain yang membutuhkan, agar rambutku bisa ikut serta dan terkena debu fie sabilillah. Aku adalah seorang janda, suami dan kerabatku telah syahid di jalan Allah, seandainya jihad diwajibkan atasku sungguh aku akan berangkat berjihad dan ikalan rambut ini aku bawa sendiri.”

Wanita itu melanjutkan, “Perlu kamu ketahui wahai Abu Qudamah ! Bahwa ketika suamiku syahid, beliau meninggalkan anak, dan anak itu sekarang termasuk remaja yang baik, ia telah mempelajari Al Qur’an, lihai mengendarai kuda, lihai memanah, ia selalu Qiyamullail di malam hari dan shoum di siang hari sementara umurnya baru 15 tahun. Ia tidak tahu ketika ditinggal syahid ayahnya, semoga ia mendatangimu sebelum engkau berangkat ke medan perang. Aku persembahkan anakku bersamamu sebagai hadiah kepada Allah ‘Azza Wa Jalla. Dan aku minta kepadamu dengan kemuliaan Islam, janganlah engkau tolak usahaku untuk mendapatkan pahala”.

Aku menjawab, “ Maka ikalan rambut itu aku ambil darinya”.

Wanita itu berkata, “ Pasangkan ikalan rambutku itu pada kendaraanmu biar aku dapat melihatnya dan hatiku menjadi tenang ”. Maka ikalan rambut itu aku pasangkan pada kendaraanku dan aku keluar dari AR RIQQAH. Aku keluar bersama teman-temanku.

Ketika kami telah sampai di samping benteng Maslamah bin Abdul Malik (di Paris), tiba-tiba ada yang memanggilku dari belakang, “Wahai Abu Qudamah ! Berhentilah sebentar untukku –semoga Allah merahmatimu–.” Maka akupun berhenti dan aku katakan kepada teman-temanku, “Majulah kalian agar aku dapat melihat orang yang memanggil namaku. Ternyata ada seorang penunggang kuda yang sudah berada di dekatku “.

Ia berkata, “Segala puji bagi Allah yang tidak menghalangiku untuk bergabung denganmu, dan semoga engkau tidak menolakku untuk bergabung.”

Aku berkata kepada anak itu, “Tengadahkanlah mukamu kepadaku, jika engkau sesuai maka aku ikutkan berangkat berperang, jika tidak sesuai maka aku tolak engkau untuk ikut serta.”

Maka iapun menengadahkan mukanya, ternyata ia adalah anak yang baik, seakan-akan wajahnya seperti rembulan pada malam Badar dan terpancar dari mukanya pengaruh kenikmatan (bekas sujud).

Aku katakan kepada anak itu,“Apakah kamu masih mempunyai ayah ?”

“Tidak” jawab anak itu. Ia melanjutkan, “Aku ingin keluar bersamamu untuk mencari jejak ayahku, karena beliau telah syahid. Semoga Allah menganugerahkan syahadah kepadaku sebagaimana yang dianugerahkan kepada ayah.”

Aku tanyakan lagi kepada anak itu, “Apakah kamu masih mempunyai ibu?”

Anak itu menjawab, “Ya”

Aku katakan kepadanya, “Kembalilah kepada ibumu, mintalah izin kepadanya, jika ia mengizinkanmu maka aku akan menyertakan kamu pada perang ini, dan jika ia tidak mengizinkanmu maka dampingilah ibumu, karena ketaatanmu padanya lebih utama dari pada jihad (ketika fardhu Kifayah), karena Jannah itu berada di bawah kilatan pedang dan Jannah juga berada di bawah telapak kaki ibu.”.

Anak itu berkata, “ Wahai Abu Qudamah ! Tidakkah kamu mengenalku ?”

“Tidak” jawabku.

Anak itu berkata, “Aku adalah putra seorang wanita yang telah menitipkan sesuatu kepadamu. Bukannya aku tergesa-gesa, aku tidak akan melupakan wasiat ibuku, si pemilik ikalan rambut itu. Dan aku insya Allah Syahid ibnu Syahid, aku minta kepadamu karena Allah untuk mengikut sertakan aku dalam jihad in). Jangan kau larang aku untuk ikut sarta berjihad bersamamu fie sabilillah. Aku telah hafal Al Qur’an, mengerti sunnah Rasulullah, aku ahli menunggang kuda, ahli memanah, dan tidak ada remaja sebayaku yang lebih lihai dalam mengendarai kuda melebihiku, maka janganlah kamu meremehkanku karena aku masih kecil. Karena ibuku telah bersumpah agar aku tidak kembali pulang. Ibuku berkata kepadaku, “Jikalau kamu bertemu musuh maka janganlah kamu mundur, berikanlah dirimu untuk Allah dan mintalah untuk didekatkan dengan Allah, dan didekatkan dengan ayah dan teman-temanmu yang sholih di dalam Jannah. Jikalau kamu telah diberi syahadah maka berilah aku syafaat karena syafaatmu akan sampai kepadaku. Dan sesungguhnya orang yang mati syahid itu dapat memberi syafaat 70 keluarganya dan 70 tetangganya.” Kemudian ibuku mendekapku, lalu ia menengadahkan mukanya ke langit sembari berdoa, “Ya Ilahy, Tuanku, Pelindungku ! Ini adalah anakku, buah hatiku, penyejuk kalbuku, ia telah aku persembahkan untukmu, maka dekatkanlah ia dengan ayahnya”.

Aku (Abu Qudamah) berkata, “Ketika mendengar perkataan anak itu, aku menangis dengan tangisan yang keras karena melihat kebaikannya, masa remajanya yang indah, dan kasih sayang hati ibunya, serta kagum akan kesabaran ibunya.

Anak itu berkata, “ Wahai paman ! Mengapa engkau menangis ? Jika yang menyebabkan paman menangis itu karena  aku masih kecil, maka sesungguhnya Allah akan mengadzab anak yang lebih kecil dariku jika ia durhaka”.

Aku berkata, “Aku menangis bukankarena melihatmu masih kecil, akan tetapi aku menangis karena melihat hati ibumu yang mulia, dan bagaimana perasaannya setelah kamu syahid nanti”.

Akhirnya, kamipun melanjutkan perjalanan sampai malam hari.

Pada pagi harinya, kami berjalan kembali dan kami melihat anak itu tidak henti-hentinya berdzikir kepada Allah. Dalam pandanganku, ternya dia dia lebih hebat dalam mengendarai kuda daripada kami, jika kami berhenti maka ia selalu melayani kami. Ketika dalam perjalanan ia selalu menguatkan azamnya, meningkatkan semangatnya, selalu membersihkan niatnya dan selalu menampakkan tanda senang (tidak manja kepada kami).

Kami tidak berhenti sampai kami sampai di negri orang-orang musyrik pada waktu tenggelamnya matahari, lalu kami semua turun dan anak itu langsung memasakkan makanan untuk kami buat buka puasa karena kami semua shiyam.

Setelah membereskan pekerjaannya, ia merasakan kantuk yang sangat, akhirnya dia tidur lama sekali. Ditengah-tengah tidurnya aku melihat ia sedang tertawa simpul Lalu aku berkata kepada teman-temanku, “ Apakah kalian tidak melihatnya terseyum dalam tidurnya ? ”.

Maka ketika bangun, aku bertanya kepadanya, “Wahai anakku ! Aku tadi melihatmu tersenyum ketika kamu sedang tidur”.

Anak itu berkata, “Aku tadi mimpi dan melihat sesuatu yang mengherankanku sehingga aku tersenyum.”

Aku bertanya lagi, “ Apa itu ?”

“Aku berasa berada di sebuah taman hijau yang indah, ketika aku sedang berjalan aku melihat istana yang terbuat dari perak, atapnya  dari intan dan permata, pintu-pintunya terbuat dari emas dan para bidadari menyibakkan satir dan aku dapat melihat wajahnya bagaikan rembulan.”

Ketika melihatku bidadari itu berkata, “Marhaban (selamat datang), maka aku pun ingin memegang tangan salah satu diantara mereka.”

Mereka berkata kepadaku, “Jangan tergesa-gesa aku bukanlah untukmu.”

Aku mendengar sebagian mereka berkata kepada yang lainnya, “ Ini adalah suami Al Mardhiyyah.”

Mereka berkata, “Majulah – Semoga Allah merahmatimu – !”. Maka akupun maju ke depan, maka ketika itu aku melihat Istana yang diatasnya ada sebuah kamar yang terbuat dari emas yang berwarna merah, di dalamnya terdapat dipan dari permadani hijau, tiangnya dari perak, dan di atasnya ada seorang bidadari yang mukanya seperti matahari. Jikalau Allah tidak meneguhkan penglihatanku sunguh aku akan buta dan akalku akan lenyap (gila) karena melihat indahnya kamar dan cantiknya wajah bidadari itu.”

Ketika bidadari itu melihatku ia berkata, “Marhaban, ahlan wa sahlan wahai kekasih Allah, engkau adalah untukku (calon suamiku) dan aku adalah untukmu (calon istrimu).” Maka pada saat itu aku ingin memeluknya tetapi ia berkata, “Sabar, sebentar lagi, jangan tergesa-gesa duhai kekasihku, sesungguhnya waktu yang dijanjikan bertemu antara aku dan kamu adalah besok setelah shalat dhuhur, maka bergembiralah.”

Abu Qudamah berkata, “Aku katakan pada anak itu, “ Sungguh kamu bermimpi baik dan kebaikan itu akan terjadi.” Maka sepanjang malam kamipun terkagum-kagum dengan mimpi anak itu.

Ketika pagi hari tiba kami bergegas memacu kuda kami. Maka ada seorang penyeru yang memanggil kami, “ Wahai Kuda Allah, melajulah dan bergembiralan dengan Jannah ! Berangkatlah berperang baik dengan perasaan ringan maupun berat, dan berjihadlah !”. Maka dalam waktu sekejap saja ternyata tentara kafir – semoga Allah menghinakan mereka- telah menghadang kami, dan mereka menyebar seperti belalang yang bertebaran. Maka orang yang pertama kali menyerang musuh dari kami adalah anak itu. Ia yang membelah pasukan kafir dan memporak-porandakan barisan mereka dan menceburkan diri ke tengah-tengah pasukan kafir. Iapun telah membunuh banyak tentara musuh dan membunuh pula pahlawan-pahlawannya.

Ketika aku melihatnya dalam keadaan seperti itu, aku menarik tali kekang kudanya sembari mengingatkan, “Wahai anakku ! Mundurlah, karena kamu masih kecil dan tidak mengerti tipu daya perang !”.

Ia malah menjawab, “Wahai paman! Apakah kamu belum pernah mendengar firman Allah (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman ! jikalau kamu bertemu dengan orang-orang kafir (di medan perang) maka janganlah kamu lari ke belakang.” (QS. Al-Anfal : 15) Apakah kamu ingin aku masuk ke dalam neraka ?.”

Disela-sela anak itu berbicara kepadaku, tiba-tiba orang-orang musyrik menyerang kami dengan serempak. Mereka bergerak diantara aku dan anak itu, dan mereka menghalangiku dari anak itu, sementara para mujahidin telah sibuk dengan diri masing-masing.

Dalam peperangan, banyak mujahidin yang syahid. Maka ketika peperangan sudah selesai, ternyata yang terbunuh sangat banyak dan tidak dapat terhitung. Maka aku berjalan menunggang kuda untuk meneliti yang syahid, sementara darah mengalir membasahi bumi . Muka para syuhada tidak dapat dikenali dikarenakan banyaknya debu yang menempel dan darah yang mengalir melumuri tubuh mereka. Disela-sela aku berjalan diantara yang terbunuh, ketika itu aku melihat anak tersebut berada di bawah tapal kuda yang telah tertumpuki debu dan dia sedang berlumuran darah.

Dia berkata, “Wahai kaum muslimin ! Demi Allah datangkanlah kepadaku paman Abu Qudamah”. Maka aku menghampirinya. Ketika aku mendengar rintihannya, aku tidak dapat mengenali wajah karena berlumuran darah, dipenuhi debu dan terinjak-injak oleh binatang.

Aku berkata kepadanya, “Aku adalah Abu Qudamah.”

Ia menjawab, “Wahai paman ! Sungguh mimpiku benar, demi Rob Pemilik  Ka’bah aku adalah anak pemilik ikalan rambut itu”. Ketika kejadian itu, aku sangat gelisah dan aku menciuminya diantara kedua matanya dan aku usap debu dan darah yang menempel di mukanya yang tampan.

Aku katakan kepadanya, “Wahai anakku ! Jangan kau lupakan pamanmu Abu Qudamah dalam syafaatmu di Jannah kelak.”

Ia menjawab, “Orang sepertimu tak mungkin akan dapat terlupakan. Janganlah kau usap wajahku dengan pakaianmu, sungguh pakaianku lebih berhak untuk mengusap daripada pakaianmu. Biarlah engkau usap dengan pakaianku biar ia berjumpa dengan Allah Ta’ala dengan debu dan darahku. Paman, sesunguhnya para bidadari yang telah aku ceritakan kepadamu telah berdiri di atas kepalaku menunggu keluarnya ruhku. Dia (bidadari) mengatakan kepadaku, “ Segeralah keluar karena aku sudah sangat rindu ingin berjumpa denganmu”. Wahai paman, jikalau engkau dapat kembali dengan selamat maka bawalah pakaianku yang  bersimbah darah kepada ibuku yang sedang dirundung duka dan kesedihan, dan sampaikan salamku kepadanya agar dia tahu bahwa aku tidak menyia-nyiakan wasiatnya, dan aku tidak menjadi pengecut ketika bertemu orang-orang musyrik. Katakanlah kepadanya bahwa hadiah yang telah ia persembahkan untuk Allah telah diterima-Nya. Wahai paman, aku juga mempunyai seorang adik perempuan yang umurnya baru 10 tahun, setiap aku masuk rumah ia selalu menyambutku dan menyalamiku, ketika aku keluar pergi, ia menitipkan pesan kepadaku , “Kak, Demi Allah jangan melalaikan kami” maka jika engkau berjumpa dengannya sampaikan salamku kepadanya, dan katakana, “Kakakmu memesankan kepadamu, “Allah adalah penggantiku yang menjagamu sampai hari kiamat”,

Kemudian ia (anak ini) tersenyum sambil mengucapkan ASYHADU ANLÂ ILÂHA ILLALLÂH (Aku bersaksi bahwa tidak ada Ilah selain Allah) tiada sekutu bagi-Nya, dan ASYHADU ANNA MUHAMMADAN ‘ABDUHU WA RASULUHU (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya). Ini adalah yang telah Allah dan Rosul-Nya janjikan kepada kita dan benarlah janji Allah dan Rosul-Nya. Lalu ruhnya keluar. Maka kami mengafani dia dengan pakaiannya –semoga Alloh meridloinya -.

Ketika kami pulang dari peperangan, dan memasuki daerah Ar-Riqqah, tiada  keinginan yang paling kuat dalam benakku kecuali mendatangi rumah ibu anak itu. Aku mendapati ada seorang perempuan yang mirip mukanya dalam kecantikan dan kebagusannya, ia sedang berdiri di depan pintu rumah, dan ia tanya setiap orang yang lewat di depannya, “Wahai paman, dari manakah engkau?”

“Dari berperang” jawab orang yang ditanya.

Ia bertanya lagi, “Apakah kakakku pulang bersama kalian ?”

“Tidak tau” jawab orang itu.

Ketika aku mendengarnya, aku mendatanginya dan dia bertanya kepadaku, “Wahai paman ! Dari manakah engkau ?”

“Dari berperang” jawabku, kemudian adik itu menangis dan berkata, “Aku tak peduli apakah mereka pulang bersama kakakku, sungguh aku telah mendapatkan pelajaran.” Lalu aku berkata kepadanya, “Wahai anak perempuan ! Katakanlah kepada pemilik rumah ini bahwa Abu Qudamah ada di depan pintu.”

Maka keluarlah perempuan (pemilik rumah) ketika mendengar suaraku. Maka berubahlah roman mukanya. Aku salami dia dan diapun menjawab salamku. Dia bertanya, “Apakah kedatanganmu membawa kabar gembira ataukah kabar duka ?”

Aku balik bertanya, “Terangkanlah kepadaku maksud kabar gembira dan kabar sedih – semoga Allah merahmatimu – !”

Ia menjawab, “ Jikalau anakkku pulang bersamamu dalam keadaan selamat maka  itu kabar menyedihkan bagiku, dan jikalau anakku terbunuh fie sabilillah (syahid) berarti kamu membawa kabar gembira”

Aku katakan kepadanya , “Bergembiralah karena hadiahmu telah diterima Allah”. Maka ia menangis dan berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah menjadikannya sebagai simpanan pada hari kiamat kelak”. Aku tanyakan kepadanya, “Apa yang dilakukan oleh adiknya itu ?”. Jawab ibu itu, “Dialah yang telah berbincang-bincang denganmu tadi.” Maka anak itu mendekatiku, dan aku katakan kepadanya, “Kakakmu menitipkan salam buatmu dan dia mengatakan, “Allah adalah penggantiku yang menjagamu sampai hari kiamat ”. Maka berteriaklah anak itu dan jatuh pingsan. Lalu ibunya menggerak-gerakkannya setelah sesaat, ternyata anak itu telah meninggal. Sungguh aku sangat kagum sekali (atas kejadian itu). Kemudian aku serahkan pakaian yang dititipkan  anak itu kepada ibunya. Lalu aku tinggalkan ibu itu dengan perasaan sedih atas anak yang telah syahid dan adiknya yang ikut meninggal setelah mendengar kabar tentang kakaknya. Allahu Akbar !

sumber : http://www.oaseimani.com/pemilik-ikalan-rambut-tali-kekang-kuda.html

Komentar

Postingan Populer

Abdullah bin Amr: Syuhada Uhud yang Berbicara dengan Allah tanpa Hijab

VOA-ISLAM.COM - Abdullah bin Amr bin Haram  atau biasa disebut Abu Jabir bin Abdullah adalah salah seorang sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah berbaiat pada saat baiat ‘aqabah ke dua. Ia diangkat oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai wakil dari Bani Salamah yang termasuk suku Khazraj. Usai baiat aqabah ke dua ia kembali ke Madinah, jiwa raga dan harta bendanya ia korbankan sebagai baktinnya untuk Islam. Apalagi, setelah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berhijrah ke Madinah, maka ia mendapatkan nasib baik dengan memiliki kesempatan untuk selalu bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam baik siang maupun malam. Ketika pertempuran yang paling menentukan, yakni perang Badar Kubra dikumandangkan, Abdullah bin Amr termasuk salah satu pejuang di dalamnya yang menjadi Ahlul Badr. Tentu saja sebuah kemuliaan bagi para Ahlul Badr sebagaimana dalam sebuah hadits: جَاءَ جِبْرِيلُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ م...

Rasulullah Diasuh Oleh Kakeknya Abdul Mutthalib Kemudian Pamannya Abu Thalib

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama kakeknya Abdul Mutthalib setelah Ibunya Aminah meninggal. Dia menyantuninya dan sangat sayang kepadanya, bahkan belum pernah dia lakukan terhadap salah satu dari anaknya, dia mendudukkannya dekat tempat duduk Abdul Mutthalib. Abdul Mutthalib sebagai seorang tokoh memiliki tempat duduk tempat Ka’bah yaitu anak-anaknya duduk disekitar kasur itu sambil menanti ayahnya datang. Tidak ada satupun di antara anak-anaknya yang duduk di atas kasur tersebut sebagai tanda penghormatan baginya, tetapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang waktu itu masih kecil datang dan duduk di atasnya, para pamannya mengangkat dan melarangnya, tetapi Abdul Mutthalib yang menyaksikan itu berkata, “Biarkan saja anak saya melakukan itu, karena dia akan menjadi orang besar.” Kemudian Abdul Mutthalib mendudukkannya bersamanya di atas kasur, sambil mengusap punggungnya dengan tangannya sambil bergembira dan menikmati apa yang dia lakukan. Namun, pemeliharaan itu...

Kabar Duka Datang dari Rocky Gerung saat Jadi Narasumber ILC TVOne

Kabar Duka Datang dari Rocky Gerung saat Jadi Narasumber ILC TVOne... Pengamat politik, Rocky Gerung, menjadi satu di antara narasumber program diskusi Indonesia Lawyers Club (ILC) TVOne edisi, Selasa 29 Januari 2019 malam, yang mengangkat tema "Ustadz Ba'asyir: Bebaaas...Tidaak". Kali ini Rocky Gerung tidak hadir langsung di meja ILC TVOne, melainkan via video call. Baca selengkapnya >>>

Kepemimpinan Umar bin Khottob ra

Saat itu Beliau menangis memikirkan bagaimana jika seandainya ada satu ekor keledai yang terperosok dijalan berlubang. Atau saat Beliau menggendong sekarung gandum yang akan diberikan pada seorang ibu yang kedapatan oleh Beliau memasak kerikil dalam kuali demi membohongi anaknya yang kelaparan dan meminta makan. Atau saat beliau memberikan sebuah tulang unta yang telah digores lurus oleh pedangnya yang diberikan kepada seorang Yahudi untuk disampaikan kepada gubernur Amr bin Ash ra. Sedikit kejadian yang tertulis diatas menunjukan tingginya kualitas kepemimpinan Umar bin Khattab ra dengan tingkat pemikiran dan keimanan yang sangat tinggi. Hal ini menunjukkan betapa beliau sangat faham makna dari politik yaitu mengurusi urusan umat. Juga menunjukan betapa beliau sangat memahami betapa berat konsekuensi yang akan diperoleh oleh seorang pemimpin jika sampai ada satu manusia yang mengadu kepada Allah SWT atas kerusakan, kezaliman dan ketidakadilan yang dibuat sebab kepemimpinnya. Ngeri,...

Kisah Nabi Luth as - Kaum yang Mencintai Sesama Jenis

Akhir bulan saatnya update untuk menyegarkan halaman Kisah Islami blog ini, teladan untuk mengarungi kehidupan sehari-hari. Kisahnya sudah tertulis di Al Qur'an. Oh iya, insya Alloh tanggal 1 Mei 2018 nanti akan ada hari dimana setiap doa pasti dikabulkan Allah SWT, hari Nisfu Sya'ban dan pertengahan Mei sudah Ramadan. Kisahnya... Pada zaman dahulu ada suatu penduduk yang bernama negeri Sodom yang menganggap bahwa berhala yang mereka sembah adalah Tuhan yang memberi mereka rezeki dan kehidupan. Hal ini membuat tingkah laku mereka menjadi tidak wajar seperti manusia pada umumnya. Terlebih kebiasaan mereka untuk menyukai sesama jenis. Laki-laki menyukai laki-laki dan perempuan menyukai perempuan. Maka di negeri itulah Allah SWT menurunkan Nabi Luth as sebagai utusaNya dan untuk mengajak orang-orang sesat itu ke jalan kebaikan. Nabi Luth as berdakwah menyadarkan kaum Sodom untuk meninggalkan berhala dan segera menyembah Allah SWT. Juga harus meninggalkan kebiasaan mereka yang meny...

Sahabat Rasul Sya’ban RA yang Menyesal Saat Sakaratul Maut

Seorang sahabat Rasulullah SAW, Sya’ban ra memiliki kebiasaan unik. Dia datang ke masjid sebelum waktu shalat berjamaah. Ia selalu mengambil posisi di pojok masjid pada setiapa shalat berjamaah dan I’tikaf. Alasannya, selalu mengambil posisi di pojok masjid karena ia tidak ingin mengganggu atau menghalangi orang lain yang akan melakukan ibadah di masjid. Kebiasaan ini, sudah dipahami oleh semua orang bahkan Rasulullah sendiri. Pada suatu pagi, saat shalat Subuh berjamaah akan dimulai, Rasulullah SAW merasa heran karena tidak mendapati Sya’ban ra pada posisi seperti biasanya. Rasul pun bertanya kepada jamaah yang hadir, apakah ada yang melihat Sya’ban? Tapi, tidak ada seorang pun yang melihat Sya’ban ra. Shalat Subuh pun sengaja ditunda sejenak, untuk menunggu kehadiran Sya’ban. Namun yang ditunggu belum datang juga. Karena khawatir shalat Subuh kesiangan, Rasulullah pun memutuskan untuk segera melaksanakan shalat Subuh berjamaah. Hingga shalat Subuh selesai pun Sya’ban belum datang jug...

8 Pintu Surga Memanggil Abu Bakar

Setiap orang tahu, kehidupan dunia ini hanyalah sementara. Walaupun.. tidak setiap orang menyadarinya. Akhir hayat yang indah selalu jadi dambaan. Walaupun.. yang mendambakan kadang tidak mengusahakan. Dan kita semua menginginkan surge. Tahukah Anda bagaimana gambaran surga itu? Surga selalu jadi cerita indah. Penghuninya duduk-duduk di dipan bertahtakan emas. Bertelekan berpandangan dengan kekasih. Mereka dilayani anak-anak muda; membawa gelas, cerek, dan minuman dari sungai-sungainya. Buah-buahannya landai mendekat. Daging-daging jadi hidangan lezat untuk disantap. Kekasih mereka adalah bidadari yang terjaga. Bagaikan intan dan mutiara. Usia bidadari itu sebaya dan penuh cinta. Di dunia manusia lelah dengan pertengkaran dan keributan. Alangkah damainya surga, karena para penghuninya tidak pernah mendengar ucapan yang sia-sia. Tidak pula perkataan yang menimbulkan dosa. Di surga, ada pohon bidara tak berduri. Dan pohon pisang yang buahnya tersusun rapi. Ada naungan yang terbentang lua...

Merekalah Orang-Orang Yang Mencintai Nabi

Cinta Nabi. Kalimat sederhana yang begitu dalam maknanya. Dua kata yang bisa membuat orang menebusnya dengan dunia dan seisinya. Karena memang demikianlah hakikinya. Nabi Muhammad ﷺ wajib lebih dicintai dari orang tua, istri, anak, dan siapapun juga. Namun, kecintaan kepada Nabi Muhammad ﷺ bukanlah sesuatu yang bebas ekspresi. Tetap ada aturan yang indah dan elegan. Tidak boleh berlebihan dan juga menyepelekan. Tidak boleh mengada-ada. Karena beliau begitu mulia untuk dipuja dengan sesuatu yang bukan dari ajarannya. Allah ﷻ berfirman, وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَٰئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ ۚ وَحَسُنَ أُولَٰئِكَ رَفِيقًا “Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya....

Kisah Tsauban bin Bujdad (yang Mengabdi pada Rasulullah SAW)

Dan Barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, Yaitu: Nabi-nabi, Para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. dan mereka Itulah teman yang sebaik-baiknya. (Q.S. An-Nisa ; 69) Diantara sahabat Rasulullah SAW, hanya seorang yang mendapat julukan Maula Rasul, dialah Tsauban. Seorang budak perang yang dulu mengabdi kepada seorang tuan yang terbunuh saat memerangi Nabi. Namun, dengan kebaikan Rasulullah SAW, Tsauban di bebaskan. Tsauban kini menjadi seorang yang bebas, merdeka. Meskipun demikian, Tsauban justru mengikat hatinya pada Rasulullah. Ia jatuh cinta pada keindahan akhlak Rasulullah SAW. Seluruh hidupnya dikhidmatkan untuk Nabi. Kecintaannya yang mendalam ini membuat dirinya tidak sanggup berpisah dari Sang Nabi. Kecintaannya inilah yang membuat namanya ditulis dalam beberapa riwayat kitab-kitab hadis. Pernah suatu saat, ia datang menghadap nabi dalam kondisi yang amat...

Kisah Debu Ajaib Nabi Muhammad Saw (Selesai)

Malaikat-malaikat itu terlihat oleh orang kafir dan orang mukmin. Banyak kesaksian, pasukan-pasukan kafir Quraisy dihabisi secara tragis oleh para malaikat. Ada yang tiba-tiba mati, padahal tidak sedang berhadapan dengan orang-orang beriman. Setelah melemparkan segenggam debu tersebut, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meminta kepada para sahabatnya agar berlaku jujur. Yakni jujur dalam niat, jihad untuk Allah Ta’ala dan Nabi-Nya, juga berlaku jujur ketika berhadapan dengan musuh. Salah satu episode jihad Badar ini juga menjadi penyemangat kaum Muslimin akhir zaman. Bahwa kemenangan merupakan hadiah dari Allah Ta’ala. Orang beriman hanya wajib berupaya dan melakukan sebaik-baik usaha. Selebihnya, Allah Ta’ala punya kuasa. Sehingga dalam ayat ini disebutkan dengan sangat jelas, “Maka bukan kamu yang membunuh mereka, melainkan Allah-lah yang membunuh mereka. Dan bukan kamu yang melempar (debu) ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar.” (Qs. Al-Anfal [8]: 17). [Kisahikmah/Mb...